Blogroll

Blog ini dirancang khusus untuk Siswa SMA

kenapa


Kamis, 01 Januari 2015

Penghentian Sementara Penerapan Kurikulum 2013: Cerminan Bangsa Indonesia Sulit Menerima Perubahan



Kurikulum, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang berarti pelari atau curera yang berarti tempat berpacu. Dalam bahasa Perancis, istilah kurikulum barasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan (Arifin. 2013. Hlm. 2). Dalam konteks pendidikan jarak yang harus ditempuh tersebut berupa berbagai program sekolah yang harus dijalani oleh peserta didik. Pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang terjadi di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pndidikan (Arifin. 2013. Hlm.4). Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003, pengertian kurikulum diarahkan pada seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan (Andayani. Hlm. 5).

Berdasarkan pemaparan di atas, telah jelas bahwa pada dasarnya kurikulum merupakan komponen penting dalam pelaksanaan suatu sistem pendidikan. Berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, maka berdasarkan Surat Edaran Nomor 179342/MPK/KR/2014, disebutkan bahwa
1.        Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini akan kembali menggunakan Kurikulum 2006, maka bagi kepala sekolah atau guru diminta mempersipakan diri untuk kembali menggunakan kurikulum 2006 mulai semester genap tahun Pelajaran 2014/2015
2.        Tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester menerapkan, yaitu sejak Tahun pelajaran 2013/2014, serta menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013.
Menurut hemat penulis, keputusan tersebut dipandang kurang tepat. Memang sebelum keputusan tersebut diambil terdapat beberapa pertimbangan yakni Pertama, bahwa dunia pendidikan Indonesia sedang menghadapi masalah yang tidak sederhana, karena Kurikulum 2013 diproses secara amat cepat dan bahkan sudah diputuskan untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia, sebelum kurikulum tersebut dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh. Kurikulum 2013 telah diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013-2014. Pada tahun pelajaran 2014-2015, semua sekolah di seluruh Indonesia wajib menerapkan Kurikulum 2013. Di sisi lain, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013, baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia. Kedua, masalah konseptual, ada ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum. Gagasan awal Kurikulum 2013 adalah ingin membentuk peserta didik yang cerdas, terampil, dan berakhlak mulia. Namun, ketika kurikulum diterapkan, para guru kesulitan karena masih dibingungkan dengan pendekatan scientific dan instrumen penilaian yang begitu rumit. Sampai saat ini, ketika siswa sudah hampir menyelesaikan ulagan akhir semester pertama, format raport kurikulum 2013 masih belum jelas, Ketiga, masalah teknis penerapan, seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum merata dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku yang belum tertangani dengan baik. Peserta didik, guru, dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas penerapan kurikulum yang dipaksakan (Seran dalam Kompasiana. 2014).
Memang penulis mengakui bahwa masih terdapat berbagai kendala yang menyebabkan Kurikulum 2013 tidak dapat diterapkan secara optimal. Namun pertanyaannya apakah dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut permasalahan akan terselesaikan? Untuk sementara mungkin iya, tetapi pada perkembangan berikutnya apakah keputusan ini akan efektif atau tidak?. Yang penulis khawatirkan adalah ketika keputusan ini terus dilaksanakan akan ada dua kurikulum yang berlaku di Indonesia, ketika terdapat dua kurikulum, apakah pemerataan pendidikan yang dicita-citakan selam ini akan tercapai?.
Yang penulis garis bawahi bukanlah dalam konteks bagaimana penghentian kurikulum 2013 dan pemberlakuan kembali kurikulum 2006. Namun dibalik surat keputusan tersebut, penulis menilai ada makna lain yang kembali menegaskan bahwa bangsa kita, seperti yang dikatakan oleh Rhenald Kasali dalam acara Kick Andy, sulit untuk menerima perubahan (Danielleinad dalam Kompasiana 2014), apalagi perubahan yang bersifat fundamental, seperti misalnya kurikulum. Masyarakat kita  terlalu nyaman dengan comfort zonenya, misalnya guru yang selama beliau mengajar, terbiasa mengajar dengan metode yang sama, dengan strategi yang sama, serta dengan menggunakan bahan ajar yang sama, ketika ada kurikulum baru yang menuntut guru untuk merubah semua itu, maka beliau menolak dengan alasan perubahan tersebut terlalu ribet, terlalu sulit, dan lebih enak menggunakan pola yang sama.
Dalam laman resmi Kemdiknas dikatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan Kurikulum 2013 karena beberapa hal, antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah. Menanggapi hal tersebut, maka secara substansi sebetulnya tidak ada masalah dalam kurikulum 2013, kalaupun ada masalah itupun bertkaitan dengan persoalan teknis (Romadhoni dalam Kompasiana. 2014). Oleh karena itulah, seharusnya pemerintah memperbaiki tataran teknisnya (misalnya pola sosialisasi yang belum optimal), bukan malah mengembalikannya ke kurikulum sebelumnya. Ketika pemerintah melakukan hal tersebut, maka penulis menilai pemerintah mengamini bahwa masyarakat Indonesia tidak terbuka terhadap perubahan.
Sekali lagi penulis ingi menekankan bahwa yang penulis kritisi disini bukanlah perubahan kurikulumnya, karena kurikulum itu bersifat dinamis, akan selalu dirubah dan diperbaharui, yang penulis kritisi disini ialah sikap bangsa Indonesia yang sulit menerima perubahan. Padahal kita harus ingat bahwa ada pepatah mengatakan bahwa “hanya satu hal yang tidak akan pernah berubah, yakni perubahan itu sendiri”.


DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Dian. Pengembangan Kurikulum. [Pdf]
Arifin, Zainal, Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : PT. Raja Grafindo Persada.

Danielleinad. Kompasiama. 2014. Let’s Change!: Kepemimpinan, Keberanian dan Perubahan (Kutip Judul Buku RK). [Online]. Tersedia di: http://politik.kompasiana.com/2014/09/11/lets-change-kepemimpinan-keberanian-dan-perubahan-kutip-judul-buku-rk-687179.html (Diakses pada 1 Januari 2015)

Romadhoni, Kompasiana. 2014. Haruskah Kembali ke KTSP?. [Online]

Tersedia di: http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/21/haruskah-kembali-lagi-ke-ktsp-711881.html (diakses pada 1 Januari 2015)

Seran, Welly. Kompasiana. 2014. Penghentian Kurikulum 2013 Hanya Sementara. [Online]. Tersedia di: http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/06/kurikulum-2013-dihentikan-namun-tidak-dihapuskan-695676.html (diakses pada 1 Januari 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar