Kurikulum, secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang
berarti pelari atau curera yang
berarti tempat berpacu. Dalam bahasa Perancis, istilah kurikulum barasal dari
kata courier yang berarti berlari (to
run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari
dari garis start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan (Arifin.
2013. Hlm. 2). Dalam konteks pendidikan jarak yang harus ditempuh tersebut
berupa berbagai program sekolah yang harus dijalani oleh peserta didik.
Pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan pengalaman
potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang terjadi di
dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab
sekolah untuk mencapai tujuan pndidikan (Arifin. 2013. Hlm.4). Sedangkan
menurut UU No. 20 tahun 2003, pengertian kurikulum diarahkan pada seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan (Andayani. Hlm. 5).
Berdasarkan
pemaparan di atas, telah jelas bahwa pada dasarnya kurikulum merupakan komponen
penting dalam pelaksanaan suatu sistem pendidikan. Berkaitan dengan pelaksanaan
kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, maka berdasarkan Surat Edaran Nomor
179342/MPK/KR/2014, disebutkan bahwa
1.
Menghentikan
pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu
semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini akan
kembali menggunakan Kurikulum 2006, maka bagi kepala sekolah atau guru diminta
mempersipakan diri untuk kembali menggunakan kurikulum 2006 mulai semester
genap tahun Pelajaran 2014/2015
2.
Tetap
melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga
semester menerapkan, yaitu sejak Tahun pelajaran 2013/2014, serta menjadikan
sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum
2013.
Menurut hemat penulis,
keputusan tersebut dipandang kurang tepat. Memang sebelum keputusan tersebut
diambil terdapat beberapa pertimbangan yakni Pertama,
bahwa dunia pendidikan Indonesia sedang menghadapi masalah yang tidak
sederhana, karena Kurikulum 2013 diproses secara amat cepat dan bahkan sudah
diputuskan untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia, sebelum kurikulum tersebut
dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh. Kurikulum 2013 telah diterapkan di
6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013-2014. Pada tahun pelajaran 2014-2015,
semua sekolah di seluruh Indonesia wajib menerapkan Kurikulum 2013. Di sisi
lain, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013,
baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, tiga bulan sesudah Kurikulum 2013
dilaksanakan di seluruh Indonesia. Kedua, masalah konseptual, ada
ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum. Gagasan awal Kurikulum
2013 adalah ingin membentuk peserta didik yang cerdas, terampil, dan berakhlak
mulia. Namun, ketika kurikulum diterapkan, para guru kesulitan karena masih
dibingungkan dengan pendekatan scientific dan instrumen penilaian yang
begitu rumit. Sampai saat ini, ketika siswa sudah hampir menyelesaikan ulagan
akhir semester pertama, format raport kurikulum 2013 masih belum jelas, Ketiga,
masalah teknis penerapan, seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru,
belum merata dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan
buku yang belum tertangani dengan baik. Peserta didik, guru, dan orang tua pula
yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas penerapan kurikulum yang
dipaksakan (Seran dalam Kompasiana. 2014).
Memang
penulis mengakui bahwa masih terdapat berbagai kendala yang menyebabkan
Kurikulum 2013 tidak dapat diterapkan secara optimal. Namun pertanyaannya
apakah dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut permasalahan akan terselesaikan?
Untuk sementara mungkin iya, tetapi pada perkembangan berikutnya apakah
keputusan ini akan efektif atau tidak?. Yang penulis khawatirkan adalah ketika
keputusan ini terus dilaksanakan akan ada dua kurikulum yang berlaku di
Indonesia, ketika terdapat dua kurikulum, apakah pemerataan pendidikan yang
dicita-citakan selam ini akan tercapai?.
Yang penulis
garis bawahi bukanlah dalam konteks bagaimana penghentian kurikulum 2013 dan pemberlakuan
kembali kurikulum 2006. Namun dibalik surat keputusan tersebut, penulis menilai
ada makna lain yang kembali menegaskan bahwa bangsa kita, seperti yang
dikatakan oleh Rhenald Kasali dalam acara Kick
Andy, sulit untuk menerima perubahan (Danielleinad dalam Kompasiana 2014),
apalagi perubahan yang bersifat fundamental, seperti misalnya kurikulum. Masyarakat
kita terlalu nyaman dengan comfort zonenya, misalnya guru yang
selama beliau mengajar, terbiasa mengajar dengan metode yang sama, dengan
strategi yang sama, serta dengan menggunakan bahan ajar yang sama, ketika ada
kurikulum baru yang menuntut guru untuk merubah semua itu, maka beliau menolak
dengan alasan perubahan tersebut terlalu ribet, terlalu sulit, dan lebih enak
menggunakan pola yang sama.
Dalam laman
resmi Kemdiknas dikatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
mengambil keputusan ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar sekolah belum
siap melaksanakan Kurikulum 2013 karena beberapa hal, antara lain masalah
kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan
pelatihan kepala sekolah. Menanggapi hal tersebut, maka secara substansi
sebetulnya tidak ada masalah dalam kurikulum 2013, kalaupun ada masalah itupun
bertkaitan dengan persoalan teknis (Romadhoni dalam Kompasiana. 2014). Oleh karena
itulah, seharusnya pemerintah memperbaiki tataran teknisnya (misalnya pola
sosialisasi yang belum optimal), bukan malah mengembalikannya ke kurikulum
sebelumnya. Ketika pemerintah melakukan hal tersebut, maka penulis menilai
pemerintah mengamini bahwa masyarakat Indonesia tidak terbuka terhadap
perubahan.
Sekali lagi
penulis ingi menekankan bahwa yang penulis kritisi disini bukanlah perubahan
kurikulumnya, karena kurikulum itu bersifat dinamis, akan selalu dirubah dan
diperbaharui, yang penulis kritisi disini ialah sikap bangsa Indonesia yang
sulit menerima perubahan. Padahal kita harus ingat bahwa ada pepatah mengatakan
bahwa “hanya satu hal yang tidak akan
pernah berubah, yakni perubahan itu sendiri”.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Dian. Pengembangan Kurikulum. [Pdf]
Tersedia di: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&ved=0CGIQFjAI&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFIP%2FJUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN%2F197610112006042-DIAN_ANDAYANI%2FKurikulum_dan_Pembelajaran%2FDian_Andayani%2C_S.Pd.-PENGEMBANGAN_KURIKULUM.pdf&ei=UgalVOOmJoOxuQTm3IKwCQ&usg=AFQjCNHA44krRVQJTFX0R26H4o1Smrsm9g
(diakses pada 1 Januari 2015)
Arifin, Zainal, Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : PT. Raja Grafindo Persada.
Danielleinad. Kompasiama. 2014. Let’s Change!: Kepemimpinan, Keberanian dan Perubahan (Kutip Judul Buku RK). [Online]. Tersedia di: http://politik.kompasiana.com/2014/09/11/lets-change-kepemimpinan-keberanian-dan-perubahan-kutip-judul-buku-rk-687179.html (Diakses pada 1 Januari 2015)
Kemendikbud. 2014.
Surat Edaran Nomor 179342/MPK/KR/2014
perihal Pelaksanaan Kurikulum 2013. [Pdf]. Tersedia di: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CCYQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.kemdiknas.go.id%2Fkemdikbud%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2FSURAT%2520MENTERI.pdf&ei=MvWkVI2VOcWzuATZqoHIAg&usg=AFQjCNEtiTEqgU1yTZcCN0Zeb0FsxPDN7w
(diakses pada 1 Januari 2015)
Romadhoni, Kompasiana. 2014. Haruskah Kembali ke KTSP?. [Online]
Tersedia di: http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/21/haruskah-kembali-lagi-ke-ktsp-711881.html (diakses pada 1 Januari 2015)
Seran, Welly.
Kompasiana. 2014. Penghentian Kurikulum
2013 Hanya Sementara. [Online]. Tersedia di: http://edukasi.kompasiana.com/2014/12/06/kurikulum-2013-dihentikan-namun-tidak-dihapuskan-695676.html
(diakses pada 1 Januari 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar