1. Periodisasi
waktu pada masa pra-aksara
Sekitar tahun 1836 seorang ahli sejarah dari Denmark
CJ. Thomsen mengemukakan periodisasi
zaman praaksara. Ia membagi zaman praaksara menjadi 3 zaman yaitu: zaman batu, zaman perunggu dan
zaman besi. Konsep ini bertahan lama di Eropa Barat dan terkenal dengan sebutan three
age system. Konsep yang dikemukakan oleh
Thomsen
ini menitikberatkan pada pendekatan yang bersifat teknis yang didasarkan pada penemuan atas alat-alat yang
ditinggalkan. Jadi yang dimaksud zaman batu adalah zaman dimana peralatan manusia
dibuat dari batu, zaman perunggu berciri khas peralatan
manusia dibuat dari perunggu sedangkan zaman besi adalah zaman dimana peralatan manusia praaksara dibuat
dari besi.
Konsep periodisasi zaman praaksara Indonesia juga
terpengaruh oleh pendekatan model
Thonsen ini. Pakar sejarah dari Indonesia R Soekmono membagi zaman prasejarah Indonesia menjadi 2
zaman yaitu zaman batu (meliputi: Palaeolithikum, Mesolithikum, dan neolithikum)
dan zaman logam (meliputi zaman tembaga, perunggu dan besi).
Periodisasi
zaman praaksara Indonesia memasuki tahap baru ktika pada sekitar tahun 1970
seorang ahli sejarah R.P. Soeroso menggunakan pendekatan sosial ekonomis untuk
membat periodisasi zaman praaksara Indonesia. Dengan pendekatan baru ini maka
zaman praaksara Indoenesia dibagi menjadi 3 zaman yaitu:
a. Zaman berburu dan mengumpulkan
makanan
b.
Zaman
pertanian/bercocok tanam
c.
Zaman
perundagian (kemampuan teknik)
Meskipun masing-masing zaman memiliki karakter dan
cirri-ciri khusus, namun tidak berarti dengan bergantinya zaman, karakter pada
zaman sebelumya sama sekali hilang. Jadi pada zaman pertanian misalnya
masyarakat sama sekali tidak meninggalkan tradisi pada zaman berburu dan
mengumpulkan makanan. Kadang-kadang masyarakat masih berburu untuk mendapatkan
tambahan makanan. Tampaknya model pendekatan social ekonomis inilah yang
sekarang dipergunakan untuk membuat periodisasi zaman praaksara Indonesia.